Berita Biro Bina Mental Spiritual Keagamaan

Berpihak kepada Kebaikan

Berpihak kepada Kebaikan

“Jadilah pengajar. Atau jadilah pembelajar. Atau jadilah pendengar. Atau jadilah penggembira. Jangan jadi yang kelima, engkau bakal binasa!” Itu nasehat Nabi Terakhir, Muhammad putera Abdullah –kiranya Allah selalu meninggikan derajatnya.

Konteks awal nasehat ini adalah perihal keilmuan. Pilihan tertinggi, jadilah orang berilmu yang mau membagi ilmunya dengan mengajarkannya. Kalau tidak atau belum bisa, jadilah pembelajar, yaitu yang mencari atau menuntut ilmu. Jika menjadi pembelajar saja tidak bisa, jadilah pendengar; sesekali baca atau sesekali dengarkan orang bicara ilmu. Baca forwarded message di medsos, “japri” maupun di group. Masih belum bisa, mungkin karena kesibukan luar biasa? Jadilah pecinta orang berilmu atau penggembira kegiatan keilmuan. Tapi jangan jadi pihak kelima, yaitu yang suka pun tidak, sebaliknya memilih posisi jadi hater terhadap ilmu, orang berilmu, pencari ilmu, kegiatan keilmuan atau pesan-pesan yang mengandung ilmu.

Aplikasi nasehat di atas bisa diperluas, yang meliputi seluruh jenis kebaikan: membantu korban bencana, penyantunan terhadap kaum lemah (dhu’afa), pembangunan atau perbaikan fasilitas belajar atau peribadatan, penyelamatan atau perlindungan anak jalanan, pemuliaan lansia, dan sebagainya. Setidaknya selalu saja ada lima pihak yang ambil peran dalam tiap kebaikan: pelopor atau penganjur, pelaku atau organizer utama, kontributor, pendukung, dan, sekali lagi, pihak kelima, yaitu hater, yang dalam Kitab Suci disebut “laa yahudh-dhu ‘alaa tha’aami l-miskiin”, ia yang tidak menganjurkan berbagi dengan orang miskin.

Celakanya, pihak atau keompok kelima sekaligus juga diberi label atau sifat “pendusta agama”, artinya orang yang mengadop predisposisi bahwa agama beserta janji-janji yang dibawanya adalah dusta, meski ia mengaku beriman dan suka mengenakan atribut-atribut kesalehan.

Lalu, bagaimana kita menjadi bagian dari empat yang pertama dalam kebaikan? Tentu caranya tidak bisa instan. Perlu edukasi atau training yang serius dan panjang.

Cara efektif untuk mengedukasi diri untuk menjadi baik adalah melalui doa. Karena, jika doa kita unjukkan ke haribaan Ilahi dengan kesungguhan segenap jiwa raga, pastilah pola pikir, pilihan kata, perangkat sikap, dan perilaku atau pola tindak kita akan selalu terinspirasi oleh matan atau konten doa kita. Seperti doa berikut ini, semoga menginspirasi kita untuk selalu berada pada pihak kebaikan …

اَللّٰهُمَّ طَهِّرْنِيْ فِيْهِ مِنَ الدَّنَسِ وَالْاَقْذَارِ، وَصَبِّرْنِيْ فِيْهِ عَلٰى كَآئِنَاتِ الْاَقْدَارِ، وَوَفِّقْنِيْ فِيْهِ لِلتُّقٰى وَصُحْبَةِ الْاَبْرَارِ، بِعَوْنِكَ يَا قُرَّةَ عَيْنِ الْمَسَاكِيْنَ۔

“Ya Allah, bersihkan aku dari kotoran dan keburukan, sabarkan aku dalam segala situasi yang Engkau takdirkan, tuntun aku kepada ketakwaan dan persekutuan dengan ahli kebajikan. Dengan pertolongan-Mu wahai Penggirang Kaum Papa.”

(Djarot Margiantoro)

Tinggalkan Balasan