Artikel

Pesan Mental Spiritual (TAKUT)

Sebagian orang dengan gagah berani menyatakan, “Kita tidak boleh takut kepada apapun, kecuali kepada Allah. Kepada ancaman kematian, prevalensi sakit, kemungkinan gagal, bullying kawan, hadangan musuh, atau incaran bahaya, baik yang kelihatan ataupun tidak, kita tidak boleh takut. Kita hanya takut kepada Tuhan, yang menguasai hidup dan mati kita, celaka dan bahagia kita! Jika kita takut kepada selain Allah, berarti kita tidak takut kepada Allah.”

Benarkah rasa takut kepada selain Allah, atau takut kepada makhluk harus dipertentangkan dengan takut terhadap Allah? Benarkah manusia beriman diharamkan takut terhadap sesuatu atau sosok tertentu, atau situasi yang mengancam?

Dalam kitab suci, takut adalah padanan untuk kata “khauf”, yang berarti keresahan jiwa terkait dengan hal yang belum terjadi; sementara sedih atau susah merupakan padanan kata “huzn” yang berarti keresahan jiwa terkait dengan yang sudah terjadi.

Dalam Quran digambarkan jiwa kekasih Tuhan, yaitu hamba-hamba yang karena kepatuhannya kepada kredo Sang Khalik diangkat derajatnya hingga di atas manusia rata-rata (primus inter paris), “Ketahuilah, sungguh para kekasih Allah tidak memiliki rasa takut, tidak juga rasa susah.” (QS Yunus:62). Dan mereka yang memakmurkan rumah-rumah Tuhan juga disifati “tidak takut apapun kecuali kepada Allah” (QS Bara-ah:18). Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Siapa yang takut kepada Allah, ia akan ditakuti segala sesuatu. Siapa yang tidak takut kepada Allah, ia akan takut kepada segala sesuatu.”

Tiga pernyataan di atas sepertinya mendukung pandangan, “Kita hanya boleh takut kepada Tuhan, bukan kepada selain-Nya.” Namun, coba perhatikan data kitabiah berikut yang menunjukkan bahwa manusia suci sekualitas Nabi dan Utusan Tuhan sekalipun ternyata tidak luput dari rasa takut.

Setelah tongkat Musa dilemparkan ke tanah untuk memenuhi perintah Tuhan, tiba-tiba tongkat itu berubah menjadi ular besar yang merayap dengan cepat (hayatan tas’aa). Musa terperanjat hingga wajahnya pucat. Tuhan berfirman, “Pegang makhluk itu, Musa, dan jangan takut.’ Sesudah itu, tongkat berubah kembali menjadi seperti semula. (QS Thaha:21).

Suatu petang, Ibrahim didatangi beberapa orang tamu yang belum dikenalnya. Ibrahim menyiapkan hidangan yang layak demi menghormati mereka. Setelah makanan terhidang dengan baik, para tamu dipersilakannya bersantap. Namun tak satupun di antara bergerak mengambil hidangan. Kitab Suci menyebutkan, “Manakala diperhatikannya tangan mereka tidak bergerak mengambil hidangan, Ibrahim merasa aneh, dan menjadi takut kepada mereka. Mereka berkata, ‘Jangan takut. Kami adalah malaikat yang diutus kepada Kaum Luth.” (QS Hud:70).

Dalam situasi di tengah kecamuk pertempuran yang mencekam, musuh pun selalu mengintip kelengahan tentara Tuhan, Nabi Muhammad saw tetap diperintahkan menjalankan ibadah bersama tentara-tentaranya. Dengan sejumlah adjustment dari ritual reguler, shalat jama’ah tetap diperintahkan dalam bentuk shalatul khauf, yang secara literer berarti sembahyang dalam situasi ketakutan (rujuk QS an-Nisa:162).

Secara sangat tegas Allah Yang Mahaperkasa menunjukkan bahwa manusia yang paling dekat dengan-Nya pun dihinggapi rasa takut. Lalu, apakah para Nabi dan Utusan itu tidak takut kepada Allah, yang telah menciptkan dan berkuasa atas hal-hal yang menyebabkan mereka takut?

Jika takut kepada singa, orang yang berakal sehat akan menjauhi singa sebagai solusinya. Siswa yang takut tidak lulus ujian akan belajar giat dan berlatih cukup. Hamba yang takut kepada Allah, akan bergegas mendekat kepada-Nya dengan memperbanyak ritual dan puja, juga berbuat baik atau melayani sesama.

Maka memenuhi protokol kesehatan agar terhindar dari infeksi patogen, seperti virus Corona, adalah langkah solutif mengatasi rasa takut, sekaligus upaya menyenangkan Tuhan yang kita takuti murka-Nya sekaligus kita dambakan kasih-Nya.

Mari, kita banyak berdoa agar Tuhan, Sang Pelindung bagi hamba-hamba yang takut, berkenan memberi kita rasa aman dan keselamatan dari apa saja yang kita takutkan. Dalam Ratibul Hadad, ada sepotong doa yang sangat indah, berikut …

“Yaa amaana l-khaa-ifiin, aminnaa mimmaa nakhaaf, najjinaa mimmaa nakhaaf, sallimnaa mimmaa nakhaaf,” yang maknanya, “Wahai Sang Pengaman bagi hamba-hamba yang dilanda takut, amankan kami, hindarkan kami, dan selamatkan kami dari apa saja yang kami takutkan.

Djarot Margiantoro (Biro Bina Mental Spiritual).

Tinggalkan Balasan