Biro Bina Mental Spiritual Kebudayaan Pemda DIY Setda DIY

Biro Bina Mental Spiritual Setda DIY Ikuti Seminar Internasional Perempuan

Ratusan akademisi, praktisi serta birokrat muda DIY berpartisipasi dalam kegiatan Seminar Internasional dengan tema “Women, Peacebuilding, and Interfaith Dialogue in Southeast Asia” pada Selasa (28/11) di Gedung UNU Lantai 5, Jl. Ringroad Barat, Dowangan, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Kegiatan ini merupakah hasil tindak lanjut dari kegiatan Dialog Antarkota yang diinisiasi King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) yang diselenggarakan pada Minggu (28/05) hingga Selasa (30/05) lalu di Bangkok, Thailand. Sebagai sebuah kegiatan lanjutan, maka tim dari Yogyakarta yang terlibat pada kegiatan sebelumnya turut hadir kembali pada perhelatan kali ini, yaitu Vano Aprilio Aryaprima dari Biro Bina Mental Spiritual Setda DIY, Nur Ahmad Ghojali dari Kemenag DIY, I Gede Suwardana selaku Penyuluh Agama Hindu dari Kemenag Bantul, Wiwin Siti Aminah Rohmawati dari UNU Yogyakarta, Endah Setyowati dari UKDW, Ahmad Shalahuddin Mansur dari Young Interfaith Peacemaker Community, dan juga Pdt. Kristi dari Srikandi Lintas Iman.

Seminar dilaksanakan atas kerja sama antara Srikandi Lintas Iman (SRILI), Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian Universitas Kristen Duta Wacana (PSPP UKDW) dan Pusat GESI Universitas Nadhlatul Ulama Yogyakarta. Tema “Perempuan, Perdamaian dan Dialog lintas iman di Asia Tenggara” dipilih karena beberapa alasan, yaitu (1) perempuan merupakan aset di bidang perdamaian dan peran aktif perempuan sebagai agen perdamaian telah dibuktikan dengan upaya perempuan dalam mediasi, negosiasi, dan fasilitasi proses perdamaian. Namun, proses perdamaian di tingkat tinggi umumnya didominasi laki-laki. Berdasarkan data UN Women, antara tahun 1992–2019, perempuan hanya menempati 13% sebagai negosiator dan 6% sebagai mediator. Selain itu 7 dari 10 proses perdamaian juga tidak melibatkan perempuan. (2) Kedua, konflik internal merupakan ancaman yang jauh lebih besar bagi Asia Tenggara dibandingkan konflik antarnegara. Namun mekanisme formal dan informal untuk menangani konflikkonflik dari level keluarga hingga level nasional memerlukan dukungan bagi Perempuan untuk memngambil perannya dalam pencegahan dan pengelolaan konflik terlebih-lebih jika terdapat penggunaan identitas agama yang relatif sensitif bagi kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi ancaman keamanan dan hidup berdampingan secara damai di kawasan Asia Tenggara karena hubungan yang berdasarkan solidaritas agama dengan kemajuan teknologi kini telah melampaui batas negara.

Para pembicara dalam seminar tersebut adalah para akademisi dan aktivis perdamaian dari tiga negara, yaitu Indonesia, Singapura, dan Filipina. Dua narasumber dari Indonesia adalah Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, MAPS, Ph.D, kepala program studi doktor teologi Universitas Kristen Duta Wacana dan Dr. Arifah Rahmawati, peneliti di Pusat Kajian Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada. Arifah merupakan peneliti gender dan konflik di Indonesia yang telah melakukan penelitian sepanjang 6 tahun terkait dinamika konflik gender dan inisiatif pembangunan perdamaian di tingkat lokal, nasional, dan internasional dalam tiga tipe konflik di Indonesia dan Nigeria. Narasumber ketiga adalah Ustazah Liyana Rosli Asmara, Direktur Harmony Centre Singapore. Harmony Centre Singapore merupakan pusat antaragama di bawah inisiatif Dewan Agama Islam Singapura. Liyana mengkhususkan diri dalam tema Perbandingan Agama serta menjadi anggota kelompok kerja Lingkaran Kerukunan Ras dan Beragama yang dipelopori oleh Kementerian Kebudayaan Masyarakat dan Pemuda Singapura. Ia aktif terlibat dalam kegiatan lintas agama di Singapura sejak tahun 2008. Narasumber keempat adalah Teresita C. Mirafuentes, dari Filipina. Ia merupakan anggota divisi para psikolog dalam organisasi militer Filipina selain menjadi dosen di Ateneo de Davao University and St. Francis Xavier College Seminary.