Artikel

‘Afaf dan Kafaf

‘Afaf dan Kafaf

“Orang yang tidak tahu mengira mereka kaya-berkecukupan, karena sikap mereka yang selalu menjaga kehormatan (‘iffah). Mereka tidak suka meminta belas kasih orang lain dengan menghiba, atau memaksa. Tetapi engkau bisa ketahui dari tanda-tanda mereka.” Demikian, Tuhan menggambarkan kelompok manusia bersahaja dan menjaga kehormatan, dalam kitab suci-Nya, tepatnya dalam al-Baqarah ayat 273.

Ada manusia yang meski banyak harta atau berkuasa, berjiwa miskin. Ia suka meminta fasilitas lebih dari yang lain, setoran upeti, walaupun sudah beroleh gaji besar tunjangan lancar. Tapi sekaligus, ia bakhil, tidak suka berbagi, enggan berkontribusi. Suka disanjung kaya, namun malas berderma. Sebaiknya, ada yang tidak berharta, namun berjiwa kaya. Kata Nabi saw, “Kaya itu bukan karena harta, tapi kaya sejati adalah kaya hati.” Dalam petuah R.M. Panji Sosrokartono, manusia berkarakter itu adalah yang “Sugih tanpa bandha, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake,” juga, “Sekti tanpa aji-aji,.” Kaya meski tak berharta, kuat meski tanpa bala tentara, menang tan[a bikinpihak lain merana, dan sakti mandraguna tanpa japa mantra.

Aa Gym, atau K.H. Abdullah Gymnastiar mendefinisikan orang kaya sebagai orang yang “sedikit kebutuhannya dan banyak pemberiannya.” Inilah kaya substantif, kaya hakiki, yang Nabi bilang, kaya hati, kaya jiwa. Jadi, sebaliknya dengan orang miskin substantif, “banyak keinginannya, sedikit pemberiannya.” Bisa jadi ia punya rumah banyak, harta banyak, uang di rekening ratusan milyar, perusahaan besar dengan banyak subsidiary … tetapi, ia merasa belum cukup. Jiwanya miskin. Dalam Alquran ia disebut “Humazah” sekaligus “Lumazah”, yang concern terbesarnya adalah “menimbun dan menghitung” harta, karena yakin harta itulah yang bisa memberinya kebahagiaan sekaligus keabadian.

Dunia ini dipenuhi benda-benda atau makhluk beraneka warna. Padahal sumber cahaya sekaligus sumber warna untuk seluruh benda adalah sama, yaitu matahari atau sumber terang lainnya. Jika cahaya tidak ada, dan matahari berada di bagian lain wajah bumi yang sama, atau dalam keadaan gelap gulita, semua benda jadi tak berwarna, semua terlihat hitam. Bila ada cahaya, benda-benda menyerap warnanya dan memantulkan kembali warna tertentu sesuai dengan “label” warna spesifiknya. Benda berwarna hijau menyerap semua warna dari sumber terang, lalu memberikan cahaya warna hijau kepada lingkungan. Begitu juga benda berwarna merah, kuning, biru, ungu, dan lainnya. Jadi, warna benda ditentukan oleh jenis warna yang dipantuilkan ke lingkungan, bukan diserap dari sumbernya atau disimpannya. Pelajarannya adalah, nilai manusia tidak ditentukan oleh apa yang dimilikinya, tetapi oleh apa yang diberikannya.

Orang kaya hakiki bertahan dengan sikap itu tanpa deraan keterpaksaan. Mereka lakukan itu dengan ringan, santai, bahkan dengan rasa bahagia. Mereka selalu jaga kehormatan (‘afaf), sekaligus merasa cukup (kafaf) dengan apa saja yang diberikan Allah kepada mereka.

Siapakah kita? Apakah kita sebenarnya orang kaya atau orang miskin? Agar kita jadi Si Kaya Hati, baik berharta berkelimpahan atau hidup dalam kesahajaan, mari kita berdoa seperti ini …

اَللّٰهُمَّ زَيِّنِّي فِيْهِ بِالسِّتْرِ وَالْعَفَافِ، وَاسْتُرْنِيْ فِيْهِ بِلِبَاسِ الْقُنُوْعِ وَالْكَفَافِ، وَاحْمِلْنِيْ فِيْهِ عَلَى الْعَدْلِ وَالْاِنْصَافِ، وَاٰمِنِّي فِيْهِ مِنْ كُلِّ مَا اَخَافُ، بِعِصْمَتِكَ يَا عِصْمَةَ الْخَآئِفِيْنَ۔

Ya Allah, perindah diriku dengan kesahajaan dan kehormatan, balut aku dengan baju qana’ah dan rasa cukup, sematkan padaku keadilan dan keinsafan, amankan aku dari segala yg kutakutkan. Dengan penjagaanmu, wahai Penjaga orang yang dirundung ketakutan.

(Djarot Margiantoro)

Tinggalkan Balasan