Artikel

REZEKI KETAATAN


Ali bin Abi Thalib pernah meminta rezeki kepada Tuhannya, dengan rincian yang jauh dari ekspektasi sebagian kita. Ia tidak menyebut gemerlap permata, dinar bertinmbun, kesuksesan usaha, kejayaan tentara, tahta atau kedudukan penuh kuasa, pun juga keluarga yang sejahtera … alih-alih, ia meminta dua hal: taufiqa th-tha’ah wa bu’da l-ma’shiyah, “dorongan untuk taat, berbuat benar dan baik” dan “menjauhi tindak durhaka”.

Kita boleh tidak sepakat dengan ‘Ali. Tapi soal penetahuan dan kebenaran berpikir, ‘Ali digaransi oleh Rasulullah saw. “Jika aku kota pengetahuan, ‘Ali gerbangnya.” Umar bin Khatab, Khalifah Agung umat Islam, juga bertestimoni, “Seburuk-buruk kalangan adalah kumpulan orang yang tidak ada Abu Hasan (‘Ali) di dalamnyua.” Jadi, suami Fatimah yang juga tenar dengan sebutan Abu Turab ini, lebih besar peluang benarnya ketimbang pemikiran kita kebanyakan.

“Ketaatan” itu bisa mengambil bentuk sangat beragam, dari ketaatan batin dan fikir yang tanpa butuh fulus, hingga kebajikan yang memerlukan dukungan dana semacam ‘umrah, haji, menyantuni fakir miskin, membangun madrasah, merehab tempat ibadah … bukankah kebajikan juga berarti “kehilangan” atau pengeluaran properti? Kenapa ‘Ali menyebutnya “rezeki”?

“Perbuatanmu terpulang kepada dirimu sendiri,” ini aforisme yang bersumber dari Kitab Suci. Siapa menabur benih, ia akan menikmati panen raya. Jadi setiap perbuatan baik, kecil maupun besar, cuma-cuma maupun berbiaya, pasti kembali kepada diri si pelaku. Hanya, kita terkadang merasa sayang atau berat hati jika akan kehilangan sesuatu, khususnya harta yang kita cintai. Maka, kita perlu suatu kekuatan yang “memaksa” kita untuk berbuat baik. Kita tentu tidak suka dipaksa oleh sejawat kita, bahkan oleh guru-guru atau atasan kita, karena mereka toh sesama manusia dengan kita.

Lalu, kita mohon saja kapada Allah untuk mengubah “beban” yang timbul dari perbuatan baik menjadi “karunia”, menjadi “rezeki”. Dan “paksaan” Tuhan pasti indah. Karena, Tuhan Mahaindah dan menyukai keindahan: Allahu Jamiil, wa yuhibbu l-jamal.

Maka … seperti ‘Ali, kita mohon rezeki seperti dalam doa ini …

اَللّٰهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ رَحْمَةَ الْاَيْتَامِ، وَاِطْعَامَ الطَّعَامِ، وَاِفْشَاۤءَ السَّلَامِ، وَصُحْبَةَ الْكِرَامِ، بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَاَ الْاٰمِلِيْنَ۔

“Ya Allah, beri aku rezeki utk menyantuni para yatim, berbagi dengan sesama, menebar damai, dan berkarib dengan orang mulia … dengan kasih-Mu, duhai Arah Tujuan para Pencari.”

(Djarot Margiantoro)

Tinggalkan Balasan