Artikel

Doa: Aku Lebih Tahu Darimu

Doa: Aku Lebih Tahu Darimu

Bibir Isa ‘alaihi s-salam bergetar saat berkata di hadapan Tuhannya, “Engkau tahu segala yang ada dalam jiwaku, aku tidak tahu tentang diri-Mu.” Kalimat itu terlontar saat Tuhan bertanya kepada Putera Maryam perihal pelaksanaan misi profetiknya di tengah ras manusia, khususnya anak-anak Israel. Apkah Tuhan tidak tahu sehingga ia perlu bertanya? Jawabnya pasti: Tuhan tahu, lebih tahu, bahkan Mahatahu! Sebagaimana ia uji hamba-hamba-Nya, dan sebelum mengujinya Dia sebutkan tujuan pengujian itu, “… supaya Allah mengetahui mereka yang berkesungguhan dan mereka yang berdusta.” Itulah retorika Tuhan, untuk menguji kepahaman manusia tentang sifat-sifat-Nya yang Mahasempurna. Bukan Tuhan tidak tahu, belum tahu, ingitn tahu atau perlu tahu, melainkan Dia ingin justeru manusia, termasuk yang diuji dan ditanya tahu atau lebih tahu atau tahu diri.

Allah tahu persis tentang manusia yang adalah ciptaan-Nya sendiri; tentang jiwa dan raganya, kebutuhannya, keinginannya, perasaannya, apa yang membuatnya sedih, gusar, tertawa, atau menangis. Dia juga Mahatahu apa yang semestinya manusia kerjakan, apa yang sebaiknya ia dapatkan, seberapa kuantitasnya, sebagus apa kualitasnya, dan kapan waktu terbaik diperolehnya. Dia sebetulnya tidak pernah butuh bertanya atau, apalagi, penjelasan tentang setiap sesuatu. Tetapi dalam Kitab Suci, Dia berfirman, “Mintalah kepada-Ku, aku pasti penuhi pintamu,” (Ghafir:60). Untuk apa manusia musti meminta jika Tuhan sudah tahu keinginan dan hajatnya, dan Tuhan punya segalanya?

Rupanya, Tuhan ingin hamba-Nya menyadari kekurangan dan kelemahannya, juga mengakui kemahakuasaan Tuhan untuk meluluskan atau tidak meluluskan apa yang dipintanya. Tuhan menghendaki manusia rendah hati dan merendahkan diri di hadapan-Nya Yang Mahatinggi. Maka ia yang tidak mau berdoa disebutnya “sombong, takabur”, yang karenanya tidak berhak mendapatkan kash sayang-Nya, pemberian-Nya, apalagi surga-Nya. “Mereka yang besar kepala dan tinggi hati niscaya akan tinggal di Jahanam dengan penuh kehinaan.” (lanjutan Ghafir:60)

Dua keluarga bertemu, yang satu adalah pihak yang punya anak gadis, dan satunya pihak lelaki yang hendak meminang si gadis untuk dinikahi. Meski pihak keluarga si gadis sudah tahu maksud kedatangan pihak lelaki, dan siap menyetujui lamaran itu, mereka perlu menunggu pernyataan lamaran secara verbal dari pihak kedua. Itulah komunikasi yang beretika. Seperti itulah maksud yang dapat ditangkap dari kalimat berikut ini, “Tuhan tidak akan pedulikan perihalmu selama tidak ada pintamu …” (Furqan:77)

Dia tidak butuh bertanya, tidak butuh penjelasan, tetapi kita tetap berdoa, seperti ini …

اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْهِ لِصَالِحِ الْاَعْمَالِ، وَاقْضِ لِيْ فِيْهِ الْحَوَاۤئِجَ وَالْاٰمَالَ، يا مَنْ لَا يَحْتَاجُ اِلَى التَّفْسِيْرِ وَالسُّؤَالِ، يَا عالِمًا بِمَا فِيْ صُدُوْرِ الْعَالَمِيْنَ، صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ الطَّاهِرِيْنَ۔

“Ya Allah, tunjuki aku kepada amal shalih, tolong aku wujudkan hajat dan cita-cita. Wahai Dzat Yang tidak butuh bertanya atau penjelasan. Duhai Yang Mahatahu apa yang bergejolak di hati seluruh hamba. Limpahkan shalawat atas Muhammad dan keluarganya yang suci.”

(Djarot Margiantoro)

Tinggalkan Balasan