Artikel

Berkongsi dengan Keburukan

Berkongsi dengan Keburukan

Suatu hari ‘Uqbah bin Abu Mu’ith, seorang saudagar Quraish, mengadakan jamuan makan dengan mengundang rekan-rekan bisnis, kenalan, serta oang-orang yang dianggapnya penting bagi perkembangan usaha dagangnya. Rasulullah saw hadir juga di dalamnya. Namun beliau tidak mau menyentuh makanan yang dihidangkan para pelayan ‘Uqbah. ‘Uqbah gusar. Ia merasa kehormatannya cedera. Ia sangat malu ada tamunya yang tidak sudi menjamah jamuannya. Ia memohon-mohon agar Nabi Muhammad saw sudi menikmati hidangan lezatnya. Nabi tegas menolaknya, “Aku tidak akan mengambil makananmu hingga engkau bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan bahwa aku utusan Allah.” ‘Uqbah pun bersyahadat sebagai tanda ia memeluk Islam, dan Nabi saw berkenan mencicipi hidangannya. ‘Uqbah lega.

Ubay bin Khalaf, tokoh musyrikin Quraisy, mendengar kabar itu. Ia memanggil dan menghardik ‘Uqbah, “Engkau telah murtad wahai ‘Uqbah?!” ‘Uqbah pun memberikan alasannya. Tetapi Ubay tetap tidak bisa membenarkannya. Ia berkata, “Aku tidak rela hingga engkau, di tengah orang banyak, mencabut kembali kesaksianmu kepada Muhammad, lalu kau ludahi wajahnya, injak lehernya dan ejek dia!”

Bagi ‘Uqbah, tidak ada yang lebih penting ketimbang perkongsian yang menguntungkan bisnisnya. Ia tidak mau putus hubungan baiknya dengan Ubay, karena takut bisnisnya hancur. Maka ia segera temui Nabi saw, menyatakan keluar dari Islam, meludahi wajah Nabi saw yang penuh cahaya, serta melemparkan kotoran binatang ke punggung manusia suci itu. Rasulullah saw dengan tenang namun tegas bersabda, “Aku tidak akan menemuimu di luar Mekah, kecuali akan kupenggal kepalamu.” Ahli tarikh adh-Dhahhak berkata, “Tatkala ‘Uqbah meludahi wajah Rasulullah saw, ludahnya berbalik menerpa wajahnya sendiri, menyebabkan kedua pipi dan bibirnya terbakar. Bekas lukanya terus ada hingga dia terbunuh.”

Teman yang jelek mengajak kepada keburukan. Sebaliknya, berteman dengan orang baik mengantarkan seseorang kepada kebaikan. Bahkan, sekedar membantu orang lain melakukan keburukan, dengan bantuan seremeh apapun, telah cukup memberi label “berserikat atau bersekutu di dalam perbuatan buruk itu”. Artinya, ia harus menanggung dosa sebagai pelaku perbuatan buruk yang difasilitasinya.

Imam al-Ghazali dalam Bidayatu l-Hidayah mengutip sebuah hadits dari Nabi Muhammad saw, “Siapa yang membantu kedurhakaan, meski sekadar dengan satu patah kata, ia telah berserikat di dalamnya,”

Kita tidak ingin berkongsi dengan keburukan atau pelaku keburukan. Agaknya, doa berikut ini bisa mengantarkan maksud kita di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla,

اَللّٰهُمَّ وَفِّقْنِيْ فِيْهِ لِمُوَافَقَةِ الْاَبْرَارِ، وَجَنِّبْنِيْ فِيْهِ مُرَافَقَةَ الْاَشْرَارِ، وَاٰوِنِيْ فِيْهِ بِرَحْمَتِكَ اِلٰى دَارِ الْقَرَارِ، بِاِلٰهِيَّتِكَ يَا اِلـٰهَ الْعَالَمِيْنَ۔

“Ya Allah, tuntun aku untuk selalu menunaikan kebajikan, jauhkan aku dari perkongsian dengan kejahatan, naungi aku dengan kasih-Mu hingga sampai di Negeri Keabadian. Dengan ke-ilahian-Mu, wahai Sesembahan Semesta Alam.”

(Djarot Margiantoro)

Tinggalkan Balasan