Artikel

Barakah

Barakah

“Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan …, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya,” demikian kutipan alinea ketiga mukadimah UUD 1945, atau the Jakarta Charter. Anak-anak terbaik bangsa, yang dikenal sebagai Panitia Sembilan, menyuarakan keyakinan bangsa Indonesia, bahwa kemerdekaan bersumber dari “berkat dan rahmat” Tuhan. Bahkan, dorongan “keinginan luhur supaya berkehindupan kebangsaan yang bebas” pun juga timbul dan menguat karena “berkat dan rahmat” Allah.

“Berkat’ (Arab: barakah) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia”. Imam Nawawi memaknainya al-khairu l-katsiir, kebaikan yang banyak. Pakar lain menambahkan makna “tumbuh, tambah, melimpah dan berkembang” pada kata kunci “kebaikan”. Aa Gym memasukkan sifat “keabadian”, bahwa sesuatu, material maupun imaterial, termasuk harta, anak, kedudukan, gelar, popularitas, previlese atau hak istimewa disebut berkah jika “bermanfaat di dunia, berlanjut abadi dalam kebahagiaan di akhirat”.

Kadang digunakan kata mubarak atau tabaruk, juga susunan fonem yang bervariasi seperti “berkah, berkat, barkah, barakah”, dengan substansi makna yang sama. Dalam bahasa Inggris, ada padanan kata barakah yang sangat mendekati yaitu blessing, yaitu “grace, a thing conducive to happiness or welfare,” karunia Tuhan, sesuatu yang membuahkan kebahagiaan dan kesejahteraan.”

Berkah kita sebut dalam doa-doa kita: semua kebaikan pada makanan, rumah tinggal, usaha, umur, ilmu, pekerjaan. Juga kita sebut dalam doa dan harapan kita bagi orang lain: salam yang mencakup “wa rahmatullahi wa barakatuh” (rahmat Tuhan dan berkah-Nya), doa untuk pangantin “baarakallahu lakumaa” (semoga berkah bagi kalian berdua). Bahkan mengakhiri khutbah Jumat, Pengkhutbah hampir selalu berdoa, “Baarakallahu lii wa lakum …” (semoga berkah Tuhan bagi saya dan Anda.)

Tinggalkan Balasan